Harta Bersama dan Perceraian
Secara hukum, setiap harta benda yang diperoleh selama perkawinan adalah dianggap menjadi harta bersama. Namun harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain (lihat Pasal 35 UU Perkawinan).
Lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 36 UU Perkawinan, yaitu bahwa diperbolehkan untuk membuat penyimpangan terhadap harta bersama dengan jalan membuat suatu perjanjian (yang dalam praktek lazim disebut perjanjian pisah harta).
Perceraian
Perceraian merupakan salah satu alasan yang dapat menyebabkan putusnya suatu perkawinan.
Menurut Pasal 39 UU Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan dan harus ada cukup alasan bahwa di antara suami istri tersebut tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami istri.
Menurut data yang diperoleh dari setiap pengadilan dimana penulis menangani suatu perkara, perkara perceraian selalu mendominasi sidang-sidang yang diadakan oleh setiap pengadilan tersebut. Menurut pengalaman penulis, sidang perceraian termasuk sidang yang tidak terlalu banyak menguras pikiran dan relatif mudah dikabulkan oleh hakim.
Padahal seharusnya hakim karena jabatannya berwenang untuk berusaha mencegah terjadinya perceraian dengan memaksimalkan usaha perdamaian (mediasi) antara kedua belah pihak. Terutama apabila dalam perkawinan tersebut telah dikaruniai anak. (Demikian penjelasan mengenai : Harta Bersama dan Perceraian)