Penguatan Sistem Presidensial Melalui Penyederhanaan Partai Politik
Negara yang manganut sistem presidensial akan menempatkan Presiden sebagai Kepala Nagara sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan, dengan demikian kedudukan Presiden merupakan kedudukan yang kuat didalam menjalankan sistem permerintahan. Akan tetapi dalam konteks Negara Indonesia kedudukan Presiden yang sangat strategis tersebut justru bertolak belakang, Presiden tidak dapat bertindak cepat dalam mengambil keputusan hal ini diakibatkan adanya perhitungan politik dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), jika presiden tidak memperhitungkan dinamika politik yang ada dalam keanggotaan DPR maka dimungkinkan terjadinya kesenjangan antar partai koalisi yang ada di DPR.
Kesenjangan ini dapat terjadi karena didalam koalisi terdapat banyak partai politik (multi party), diantara koalisi yang ada tentu memiliki banyak kepentingan satu sama lainnya, sehingga setiap keputusan yang diambil oleh presiden harus memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan partai-partai poltik yang tergabung dalam koalisi. Selain itu, dengan adanya koalisi yang multi partai dalam suatu pemerintahan juga akan mempengaruhi Sistem Kabinet Presiden, dalam konteks ini Presiden harus menempatkan perwakilan anggota partai koalisi dalam susunan kabinet yang dibentuk sehingga hak prerogatif memilih mentripun dipengaruhi oleh politik yang ada, sehingga suatu susunan kabinet yang semestinya memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat diandalkan di dalam menjalankan tugas presiden namun dimungkinkan adanya SDM yang tidak memadahi, hal ini terjadi akibat perhitungan politik yang menempatkan beberapa anggota partai politik koalisi untuk dimasukkan dalam jajaran kabinet. Jika tidak dilakukan penempatan tentu partai politik akan keluar dari koalisi sehingga presiden akan semakin melemah.
Dalam implementasi sistem pemerintahan presidensial yang terdapat sistem multipartai, tentu proses koalisi adalah suatu hal yang harus dilakukan dan tidak bisa ditawar-tawar lagi dengan tujuan untuk membentuk pemerintahan yang lebih kuat. Pada dasarnya koalisi adalah untuk membentuk pemerintahan yang lebih kuat (Strong), mandiri (autonomous), dan tahan lama (durable) didalam menjalankan pemerintahan. Menurut penulis, sistem pemerintahan Indonesia saat ini belum bisa dikatakan sebagai sistem presidensial murni karena masih adanya pada ranah pelaksanaannya masih memberikan ruang gerak pada sistem parlementer (MPR).
Pasca dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945, dapat dilihat bahwa pelaksanaan pemerintahan mengarah pada penguatan sistem Presidensial, termasuk dilakukannya pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. dimana pada masa sebelum amandemen proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR (Majelis Permusyawarayan Rakyat) kemudian pasca amandemen Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Umum (Pemilu). Dipilihnya Presiden dan Wakil Presiden secara langsung berdampak pada pertanggungjawaban Presiden itu sendiri yaitu kepada rakyat yang telah memilih bukan kepada anggota MPR seperti orde lama maupun orde baru.
Penguatan sistem Presidensial dimana presiden bertanggungjawab tidak lagi kepada parlemen melainkan kepada rangyat, tentu akan memposisikan Presiden lebih kuat yang tidak bisa diberhentikan oleh parlemen dengan alasan pertanggungjawaban ditolak oleh parlemen. Namun yang terjadi dalam pelaksanaanya Presiden tidak kuat karena terjadi pergeseran, yakni dari eksekutif heavy menjadi legislatif heavy. Artinya telah terjadi pergeseran kekuatan dalam pelaksanaan pemerintahan dari eksekutif ke legislatif. Pergeseran ini dikarenakan Presiden didalam mengambil suatu kebijakan mengharuskan melibatkan dan memperhatikan peran DPR sebagaimana yang dimaksud didalam peraturan perundang-undangan, dengan demikian Presiden harus memperkuat koalisi agar dapat mengambil kebijakan sesuai dengan konsep yang telah dirumuskan Presiden.
Didalam koalisi tentunya tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan partai politik yang ada didalam koalisi tersebut, jika dalam koalisi terdapat banyak partai (multi partai) tentu Presiden harus berkoalisi dengan beberapa partai yang dominan. Jika koalisi dengan banyak partai tentu akan memperkuat dalam konteks persetujuan apabila koalisi memiliki satu ide, gagasan, visi dan misi, akan tetapi sebaliknya koalisi dengan multii partai justru dapat melemahkan Presiden karena didalam pengambilan keputusan tersebut Presiden harus mempertimbangkan kepentingan-kepentingan partai koalisi yang ada, sehingga hal ini justru akan mempersulit dalam pengambilan keputusan. Selain itu koalisi bisa menjadi ancaman jika beralih menjadi oposisi jika kepentingan partai tersebut tidak sejalan dengan Presiden.
Persoalan yang sangat rumit yang dihadapi oleh Presiden didalam menjalankan pemerintahan adalah dengan berkoalisi banyak partai. Sehingga berakibat pada sikap Presiden didalam menentukan sikap atau kebijakan akan lamban, lemah dan bahkan tidak sesuai dengan konsep yang dibentuk. Hal ini dikarenakan Presiden harus memikirkan kepentingan-kepantingan partai koalisi yang terdiri dari banyak partai dan memiliki perbedaan kepentingan. Sehingga hal ini tidak efektif didalam menjalankan sistem pemerintahan dan bahkan membatasi sistem presidensial.
Dalam mengatasi persoalan tersebut langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penyederhadaan sistem multi partai atau bahkan mengubah sistem multi partai menuju sistem dwi partai. Sebagai partai yang kalah dalam pemilihan umu, partai ini melakukan kontrol atas partai yang menang dalam pemilihan umum tetapi partai yang kalah tetap loyal terhadap sistem politik. Walaupun berupaya keras mengalahkan partai yang berkuasa, partai tersebut tidak berupaya mengganti sistem politik yang berlaku.[1]
Pada umumnya dianggap bahwa sistem dwi-partai lebih kondusif untuk terpeliharanya stabilitas karena perbedaann yang jelas antara partai pemerintah dan partai oposisi.[2] Penyederhaan dari multi partai menuju dwi partai, dilakukan untuk memperkuat sistem presidensial, dimana partai presiden didalam pengambilan keputusan dapat bertindak secara cepat dan tepat tanpa mempertimbangkan kepentingan partai politik lain mengingat hanya ada dua partai yang ada didalam parlemen. Sehingga pelaksanaan sistem presidensial dapat diterapkan secara murni, tentu akan dapat menciptakan pemerintahan yang kuat didalam menjalankan pemerintahan serta bertindak cepat dan tepat dalam pengambilan kebijakan mensejahterahkan rakyat, terlepas dari kepentingan partai politik yang sedikit.
Dari uraian latar belakang tersebut maka penulis melakukan spesifikasi dalam hal melakukan kajian dengan melakukan analisis terhadap Penguatan Sistem Presidensial.
[1] Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, Cetakan Ketujuh (Jakarta: Kompas Gramedia, 2010), hlm 160
[2] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, Cetakan Pertama (Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi, 2008), hlm 418.
ARTIKEL: Penguatan Sistem Presidensial Melalui Penyederhanaan Partai Politik